TORAJA UTARA - Dugaan penjualan Lembar Kerja Siswa (LKS) di sekolah - sekolah di kabupaten Toraja Utara, baik di tingkat jenjang Sekolah Dasar maupun Sekolah Menengah Pertama, menjadi sorotan keras dari berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat di Toraja yang peduli kelangsungan pendidikan di Toraja Utara, Jumat (12/8/2022)
Sorotan dari para berbagai penggiat LSM inipun menekankan kepada para pemangku kebijakan agar tidak main - main dengan masa depan pendidikan di Toraja Utara.
Selain itu juga menghimbau kepada para penegak hukum yang masih punya jiwa dan rasa peduli masa depan anak bangsa agar jeli melihat persoalan ini.
Hal ini dilontarkan Ketua LSM Forum Peduli Toraja, Yulius Dakka, bahwa adanya berita tersebut sudah bisa menjadi acuan informasi awal bagi para penegak hukum agar bergerak cepat dan tidak pandang bulu.
"Soal pemberitaan dugaan penjualan LKS oleh para pendidik di sejumlah sekolah, itu sudah bisa menjadi informasi awal bagi penegak hukum. Karena ini sudah melanggar berbagai aturan terhadap kelangsungan pendidikan untuk masa depan para siswa sebagai generasi penerus bangsa", ungkap Yulius Dakka.
Untuk itu kami mengharapkan kerja serius penegak hukum dalam hal ini, jangan melihat atau melirik kiri kanan, jangan pandang bulu siapa pun oknumnya harus ditindak. Buktikan bahwa hukum di negara ini berlaku bagi siapa pun, tegas Yulius Dakka.
Yulius Dakka, juga mengatakan bahwa ini harus dilaporkan biar jadi terang benderang.
"Harus dilaporkan karena ini bisa menjadi rana hukum pungli, biar terang benderang siapa yang mau merusak pendidikan di Toraja Utara. Cukup sudah polemik pendidikan di Toraja Utara menjadi persoalan dan kita harus berani hentikan para oknum yang mau merusak ini", tandas Yulius Dakka.
Sementara, sorotan lain datangnya hari ini dari Ketua Bidang Investigasi LSM Gempar Toraja, dimana Yohanes Bulo, menyampaikan desakan juga ke penegak hukum agar segera bergerak memanggil dinas terkait, para pimpinan kepala satuan Pendidikan atau kepala sekolah.
"Kami mengharapkan dan meminta kepada para penegak hukum di Toraja Utara agar segera bertindak. Segera panggil dinas terkait, juga para kepala sekolah untuk diminta penjelasan keterangan mereka", terang Yohanes Bulo.
Baca juga:
20 Adegan Rekonstruksi Pembunuhan Istri Muda
|
Lanjut kata Yohanes Bulo, bahwa baru kali ini terjadi di Toraja Utara, secara massal pihak sekolah menjual buku LKS, sementara ada dana BOS yang seharusnya digunakan untuk membeli buku cetak sebagai bahan ajar utama sesuai kurikulum berjalan yang telah ditetapkan dari Kementerian Pendidikan.
"Jangan sampai ini menjadi tujuan dugaan kesempatan jalankan bisnis di lingkup Pendidikan, karena LKS bukanlah keharusan, bukan sebagai bahan ajar utama, tapi itu hanya pendamping buku pelajaran bagi siswa untuk melatih memahami materi bidang studi", uca Yohanes Bulo.
Di kesempatan terpisah Ketua Lembaga Pilar Rakyat Indonesia (LPRI) Toraja, Rasyid Mappadang, juga angkat bicara akan polemik ini.
Rasyid Mappadang, yang ditemui hari ini di Makale, mengatakan bahwa adanya LKS yang beredar di sekolah sekolah, jangan dijadikan senjata bagi para pendidik untuk menekan siswa.
"Ini fenomena yang bisa dijadikan alasan bagi para pendidik, baik itu dengan berkelit tidak dipaksa tapi itu akan menjadi suatu keharusan bagi siswa untuk membeli. Mau tidak mau pasti siswa juga akan membelinya jika dalam suatu kelas seorang guru menggunakan LKS tersebut sebagai bahan ajar", ketus Rasyid Mapoadang.
Menurut ketua LPRI Toraja ini, bahwa adanya keterpaksaan dari siswa untuk membeli itu bisa datangnya dari perasaan seorang siswa saat terjadi proses pembelajaran atau kerjakan tugas menggunakan LKS tersebut.
"Perasaan minder dan berkecil hati siswa bisa terjadi dalam proses pembelajaran saat pendidik menggunakan LKS tersebut. Jadi mau tidak mau perasaan itu akan disampaikan ke orang tuanya sehingga setiap orang tua siswa pasti suka tidak suka terpaksa harus membelinya", beber Rasyid Mappadang.
Lanjut kata Rasyid Mappadang, bahwa hal ini juga bisa jadi indikasi pungutan liar (pungli) jika pembelian itu tanpa adanya bukti kwitansi dan tidak ada regulasinya dari pemerintah sebagai acuan.
"Kan, jelas sekali aturannya bahwa guru atau pendidik ataupun kepala sekolah tidak diperbolehkan menjual bahan ajar atau seragam ke siswa. Trus kenapa ini bisa dilanggar? Dan dinas Pendidikan juga harus punya gawelah untuk memberikan efek jera kepada para oknum", pungkasnya.
(Widian)